Aku menepis segalanya
Pada sore ketika awan masih merapuh
Pada selembar kulit yang melepuh
Dan merapuh…
Lembayung tunggang gunung terapung-apung
Merenggang nyawa di ujung hidung
Sebab hatimu adalah palung yang dalam
Muramnya aku,
Sendirian,
Mengapung bingung.
Hingga pada teriknya badai
Kita tak lagi pandai mengantri
Tak memelihara yang terpatri
Padahal sibuk meratapi
Aku tak lagi ingin menjadi biru
Pada langitmu yang kian membiru.
Apalah artinya kita,
Jika terlalu segan bermakna.
Setelahnya,
Hati perlahan melapang
Tapi terus menyempit
Saat bayangmu mengintip
Baiknya,
Kita tak perlu menyapa.
Baiknya,
Kita akhiri saja.
Sebab,
Aku dan kau tak lagi memelihara
Aku dan kau tak lagi membiru
Pun, tak lagi mengasakan
Sejak awal,
Memang seperti ini.
Kita terampungkan
Tanpa permulaan
Tak pernah benar-benar saling
Selain saling berpaling.